Penyuluh Jogja Lawatan Kerja ke Kediri dan Bromo
Sebanyak 36 orang
Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta pada tanggal 4 – 6 Agustus 2916 melaksanakan lawatan kerja Silaturrahim dan Studi Banding ke Kediri dan
gunung Bromo. Rombongan bertolak dari
Yogyakarta hari Kamis, 4 Agustus 2016 pukul 21.00 WIB. Kunjungan pertama adalah ke Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Kediri. Rombongan diterima
oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kediri, H. Suryat, S.Ag, M.Pd.I, Kepala
Seksi Bimas Islam dan jajaran fungsional
Penyuluh Agama Islam Kabupaten
Kediri.
Suasana pertemuan kembali antara Penyuluh Agama Islam Yogyakarta dengan Penyuluh Agama Islam Kabupaten Kediri benar-benar terasa hangat.
“Ini menjadi nostalgia
yang sangat mengesankan. Mengenang hari-hari yang sangat menantang sebagai relawan hampir tiga tahun lalu di kaki
gunung Kelud”, gumam salah satu Penyuluh Jogja yang waktu itu ikut menjadi
relawan “Bersih-bersih dan Benah-benah Masjid” pada peristiwa gunung Kelud meletus,
Pebruari 2014.
Suasana pertemuan kembali antara Penyuluh Agama Islam Yogyakarta dengan Penyuluh Agama Islam Kabupaten Kediri benar-benar terasa hangat.
Studi banding dimulai dengan sambutan dari Kepala Kantor
Kemenag Kab. Kediri, H. Suryat, S.Ag, M.Pd.I, yang memberikan gambaran bahwa
penyuluh Kediri termasuk penyuluh yang aktif. Dengan
perbandingan wilayah dan jumlah personil yang terbatas, kegiatan bimbingan dan
penyuluhan bisa dilaksanakan secara maksimal. Jarak tempuh yang luar biasa jauh
(ukuran penyuluh jogja), tetapi bisa mereka jalani dengan kesungguhan dan
keikhlasan. Kankemenag Kabupaten Kediri
memberikan apresiasi dan terima kasih yang mendalam kepada Penyuluh Agama Islam
Yogyakarta yang pada tahun 2014 telah
memberikan bantuan yang sangat berharga dalam
pemulihan masjid-masjid/musholla dengan melakukan pembenahan dan
perbaikan sampai akhinya masjid/musholla itu dapat berfungsi kembali secara
baik.
Senada dengan
Kankemenagnya, Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Kabupaten Kediri juga memberikan apresiasi kepada Penyuluh Agama
Yogyakarta. “Hari ini dapat bernostalgia lagi sekaligus dapat bertukar
informasi mengenai kegiatan bimbingan dan penyuluhan”, demikian imbuhnya.
Sharing kegiatan bimbingan dan penyuluhan dimulai dari
Pokjaluh Kota Yogyakarta memaparkan kegiatan yang telah dilakukan baik kegiatan rutin maupun kegiatan
tahunan seperti Bakti sosial yang telah menjadi program unggulan. Kemudian,
disambung pemaparan kegiatan penyuluhan oleh Pokja Penyuluh Kabupaten Kediri.
Beberapa persoalan yang dibicarakan antara lain: Strategi pengembangan SDM penyuluh, penataan
kelembagaan Pokja, memaksimalkan IT yang sudah disediakan (E-Kinerja Penyuluh),
kerja sama lintas sektoral, dan
sarana-prasarana penyuluhan.
Singgah di Turen
Selesai kegiatan bersama dengan Pokja Penyuluh Kabupaten
Kediri, rombongan bertolak ke Malang dan singgah di Pondok Pesantren Salafiyah di Sananrejo, Turen,
Malang. Pondok Turen, begitu lebih akrab dikenal masyarakat, bernama Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi
Ba’a Fadlrah) yang artinya Segarane, segara, madune, fadhole rahmat.
Rintisan pondok salafiyah ini dimulai
pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat
Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad. Tetapi, kegiatan belajar dengan
santri menetap baru dimulai tahun 1978 dan mulai tahun itulah pembangunan fisik
pesantren dimulai hingga semegah sekarang ini.
Rihlah ke Bromo
Pukul 20.00 WIB, rombongan kembali melanjutkan
perjalanan ke gunung Bromo. Semua peserta diharapkan memanfaatkan waktu di
perjalanan untuk beristirahat. Karena, setelah sampai di Probolinggo, tidak ada
kesempatan istirahat yang cukup, karena sebelum pukul 02.00 WIB dini hari,
harus berganti kendaraan kecil menuju ke kawasan Bromo. Perjalanan
Malang-Probolingggo terbilang lancar, sehingga pukul 00.00 WIB rombongan sampai
di Rumah Makan Bromo Asri, tempat transit sebelum berganti kendaraan.
Ada waktu sekitar satu setengah jam
bisa dimanfaatkan rombongan untuk menambah istirahat. Tepat pukul 01.30 WB
semua peserta dibangunkan untuk berkemas-kemas melanjutkan perjalanan.
Pukul 02.00 WIB perjalanan
panjang menuju kawasan eksotis Bromo
dimulai. Peserta dibagi menjadi tiga kendaraan kecil. Di tengah udara dingin Probolinggo, tiga unit
kendaraan jenis ELF mulai bergerak menelurusi pekatnya malam. Sekitar 1,5 jam
perjalanan, kendaraan berhenti di sebuah masjid terakhir dari kawasan Bromo
untuk melaksanakan shalat subuh. Satu per-satu peserta turun dari kendaraan dan
semua menggigil kedinginan. Tak heran semuanya berebut ke toilet untuk buang
air kecil.
“Waduh aku wis kebelet, piye ki.”
Demikianlah sebagian besar rombongan Penyuluh
tergesa-gesa buang air kecil,
yang kebetulan tempatnya hanya ada dua.
Selepas shalat subuh, kendaraan
rombongan kembali merangkak naik menyusuri jalan yang sebagian banyak yang
rusak. Pelan-pelan di balik gundukan hitam terlihat semburat merah pertanda
matahari pagi akan segera muncul. Sekitar 30 an menit perjalanan, akhirnya
sampailah di titik akhir kendaraan
penumpang.
Sembari turun dari kendaraan semua
rombongan segera memandang ke berbagai arah, dimana di Bromo yang menjadi
magnet para turis dunia itu. Di tengah lamat-lamatnya udara pagi yang masih
sedikit gelap, tiba-tiba pemandu wisata bilang, “Itu si gunung bromo.” Sontak
semua mata tertuju ke arah kepulan asap putih membumbung ke atas dan di
sampingnya ada gundukan hitam di tengah kabut putih yang sangat luas. Itulah
gunung Bromo dan di samping kannya gunung Batok. Sementara nampak di kejauhan
gunung Semeru yang sepertinya membayangi pegunungan kawasan Tengger. Tak
henti-hentinya semua pasukan Penyuluh Agama Jogja itu berucap, “Masyaa Allah,
subhaanallaah, apek banget.”
Rombongan kemudian diajak naik ke
Penanjakan dengan jalan kaki untuk menikmati kemunculan sang matahari sambil sesekali menengok ke kanan yang semakin ke atas si
Bromo, gunung Batok dan pegunungan di sekitarnya semakin jelas kelihatan di tengah
lautan putih.
“Mana mataharinya,” demikian sesekali para turis dari Jogja itu saling
bertanya. Ternyata pagi itu agak mendung, sehingga kemunculan matahari di pagi itu tidak seindah jika
cuacanya cerah.
Sesampai di Penanjakan,
para turis domistik itu menikmati kopi susu yang disediakan pedagang sambil
berfoto ria dengan latar belakang gunung Bromo dan gunung Batok.
Sekitar 40 an menit di
Penanjakan, rombongan diberi instruksi untuk turun menuju ke mobil hartop yang
akan mengantar menyusuri lautan pasir menuju kawah Bromo. Satu mobil diisi enam
sampai delapan orang.
Mobil hartop yang sudah
tua pelan-pelan bergerak menuruni jalan yang juga sudah rusak. Tidak berapa
lama sampailah di lautan pasir yang sepertinya menjadi halaman depan gunung
Bromo.
“Lho mana gunung
Bromone.” Ucap seseorang sambil nengok
kanan-kiri depan belakang. Ternyata lautan pasir Brom masih diselimuti kabut
tebal, sehingga yang terlihat di depan dan kanan kiri hanya putih.
“Sudah sampai, silahkan
semuanya turun”, ucap pak sopir.
“Lho mana Bromone.”
Sahut Mas Agus sang ketua panitia seperti nampak kebingungan.
Pak Sopir menunjuk arah,
“Tu, itu tu... Bromo di sana”. Pak Sopir menunjuk ke kepulan asap putih yang
lamat-lamat kelihatan.
Ternyata di pemberhentian
terkakhir mobil pengantar para turis, sudah banyak kuda yang mengantri menunggu penumpang.
“Mari pak, mas mbak,
saya antar naik kuda.” Para penjual jasa
tunggangan kuda menawarkan ke rombongan turis dari Jogja.
“Berapa pak,” Bu Janti
tanya.
“Murah Bu, tiga puluh
ribu saja”.
Akhirnya ada sebagian
rombongan Penyuluh yang naik kuda dan ada juga yang nekad jalan kaki sejauh
tiga kilo meter sampai di kawah Bromo. Di tengah perjalanan menuju kawah Bromo, melawati tempat ibadah
umat Hindu, satu-satunya tempa ibadah di tengah lautan pasir gunung Bromo.
Itulah tempat yang sering dipakai suku Tengger melakukan ibadah ritual.
“Waduh jebol adoh yo,
kesel tenan”. Kata pak Gani sambil duduk untuk beristirahat sejenak ditemani
pak Rozi dan teman-teman lain.
Ada sebagian Penyuluh
yang berani naik sampai ke kawah Bromo dan ada sebagian yang kehabisan tenaga
atau tidak berani sehingga hanya berhenti sampai kawasan sebelum naik tangga
menuju kawah.
Pelan-pelan, selangkah
demi selangkah, saya menaiki tangga ke
kawah Bromo yang tertimbun pasir bekas letusan Bromo beberapa waktu lalu.
“Kawah Bromo, masyaa
Allah, subhaanallah, Allah Maha Kuasa dan Maha Perkasa.” Suara gemuruh sangat keras keluar dari perut gunung
Bromo yang tingginya 2392 meter di atas permukaan laut. Kepulan asap putih
muncul dari mulut kawah Bromo mengular ke angkasa. Sementara di sampingnya
berdiri tegak gunung Batok yang lebih tinggi sedikit dari gunung Bromo,
yaitu mencapai 2440 meter di atas
permukaan laut.
Jam menunjukkan pukul
08.15 WIB. Semakin siang, ternyata pengunjung masih ramai sebagian turun dan
sebagian baru naik. Turis yang jalan kaki saling berkejaran dengan kuda-kuda
yang membawa penumpang atau dinaiki pemiliknya mencari penumpang. Karena itu,
makin siang bau kotoran kuda semakin menyengat dan debu semakin banyak yang
beterbengan. Karena itu, rombongan Penyuluh Jogja diperintahkan segera turun
untuk kembali ke transit di Bromo Asri.
Demikianlah, Penanjakan,
lautan pasir, kawah Bromo, gunung Batur dan semuanya yang ada di kawasan
Tengger akan menjadi kenangan indah yang mengesankan. Makhluk ciptaan Allah
yang diukir oleh alam dalam waktu ratusan dan bahka ribuan tahun menjadikan
Bromo menjadi salah satu ayat ke-Maha Kuasa Allah SWT.
Gunung Bromo seperti
layaknya makhluk hidup yang sekali waktu
meningkat aktivitas vulkaniknya. Seperti halnya pada pertengahan Juli 2016,
panitia sempat khawatir karena ada informasi kalau aktivitas gunung Bromo
meningkat, sehingga wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius
dua kilometer. Karena itu, satu pekan sebelum berangkat, panitia membuat
skenario bersama EO untuk merencanakan tempat alternatif lain, sekiranya pada
hari H gunung Bromo benar-benar ditutup karena aktivitas vulkaniknya meningkat.
Alhamdulillah, sampai
hari H, rencana ke gunung Bromo berjalan lancar. Sekalipun semua peserta merasa
letih, capek dan segala macamnya untuk sampai ke kawah Bromo, tetapi semua itu
tidak seberapa jika dibandingkan dengan kepuasan menikmati dan mensyukuri tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT.
0 komentar:
Posting Komentar