You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.
.. SUGENG RAWUH SELAMAT DATANG WELCOME AHLAN WA SAHLAN DI YOGYAKARTA...KELOMPOK KERJA PENYULUH AGAMA ISLAM KOTA YOGYAKARTA TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN DAN APRESIASINYA.. SEMOGA BERMANFAAT DAN KESUKSESAN SELALU MENYERTAI ANDA..

Rabu, 19 Oktober 2016

Penyuluh Jogja Lawatan Kerja ke Kediri dan Bromo

Sebanyak 36 orang Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta pada tanggal 4 – 6  Agustus 2916 melaksanakan lawatan kerja  Silaturrahim dan Studi Banding ke Kediri dan gunung Bromo.  Rombongan bertolak dari Yogyakarta hari Kamis, 4 Agustus 2016 pukul 21.00 WIB.  Kunjungan pertama adalah ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri.  Rombongan diterima oleh Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kediri, H. Suryat, S.Ag, M.Pd.I, Kepala Seksi Bimas Islam dan jajaran fungsional  Penyuluh Agama Islam  Kabupaten Kediri.  
Suasana pertemuan kembali antara Penyuluh Agama Islam Yogyakarta dengan Penyuluh Agama Islam Kabupaten Kediri benar-benar terasa hangat.
“Ini menjadi nostalgia yang sangat mengesankan. Mengenang hari-hari yang sangat menantang  sebagai relawan hampir tiga tahun lalu di kaki gunung Kelud”, gumam salah satu Penyuluh Jogja yang waktu itu ikut menjadi relawan “Bersih-bersih dan Benah-benah Masjid” pada peristiwa gunung Kelud meletus, Pebruari 2014.
Studi banding dimulai dengan sambutan dari Kepala Kantor Kemenag Kab. Kediri, H. Suryat, S.Ag, M.Pd.I, yang memberikan gambaran bahwa penyuluh Kediri termasuk penyuluh yang aktif. Dengan perbandingan wilayah dan jumlah personil yang terbatas, kegiatan bimbingan dan penyuluhan bisa dilaksanakan secara maksimal. Jarak tempuh yang luar biasa jauh (ukuran penyuluh jogja), tetapi  bisa mereka jalani dengan kesungguhan dan keikhlasan. Kankemenag Kabupaten Kediri memberikan apresiasi dan terima kasih yang mendalam kepada Penyuluh Agama Islam Yogyakarta yang pada tahun  2014 telah memberikan bantuan yang sangat berharga dalam  pemulihan masjid-masjid/musholla dengan melakukan pembenahan dan perbaikan sampai akhinya masjid/musholla itu dapat berfungsi kembali secara baik.
Senada dengan Kankemenagnya, Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Kabupaten Kediri juga memberikan apresiasi  kepada Penyuluh Agama Yogyakarta. “Hari ini dapat bernostalgia lagi sekaligus dapat bertukar informasi mengenai kegiatan bimbingan dan penyuluhan”, demikian imbuhnya.
Sharing kegiatan bimbingan dan penyuluhan dimulai dari Pokjaluh Kota Yogyakarta memaparkan kegiatan yang telah  dilakukan baik kegiatan rutin maupun kegiatan tahunan seperti Bakti sosial yang telah menjadi program unggulan. Kemudian, disambung pemaparan kegiatan penyuluhan oleh Pokja Penyuluh Kabupaten Kediri. Beberapa persoalan yang dibicarakan antara lain:  Strategi pengembangan SDM penyuluh, penataan kelembagaan Pokja, memaksimalkan IT yang sudah disediakan (E-Kinerja Penyuluh),  kerja sama lintas sektoral, dan sarana-prasarana penyuluhan.

Singgah di Turen
Selesai kegiatan bersama dengan Pokja Penyuluh Kabupaten Kediri, rombongan bertolak ke Malang dan singgah di Pondok Pesantren Salafiyah di Sananrejo, Turen, Malang. Pondok Turen, begitu lebih akrab dikenal masyarakat, bernama  Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah) yang artinya Segarane, segara, madune, fadhole rahmat.  Rintisan pondok salafiyah ini dimulai pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad. Tetapi, kegiatan belajar dengan santri menetap baru dimulai tahun 1978 dan mulai tahun itulah pembangunan fisik pesantren dimulai hingga semegah sekarang ini.

Rihlah ke Bromo
Pukul 20.00 WIB, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke gunung Bromo. Semua peserta diharapkan memanfaatkan waktu di perjalanan untuk beristirahat. Karena, setelah sampai di Probolinggo, tidak ada kesempatan istirahat yang cukup, karena sebelum pukul 02.00 WIB dini hari, harus berganti kendaraan kecil menuju ke kawasan Bromo. Perjalanan Malang-Probolingggo terbilang lancar, sehingga pukul 00.00 WIB rombongan sampai di Rumah Makan Bromo Asri, tempat transit sebelum berganti kendaraan.
Ada waktu sekitar satu setengah jam bisa dimanfaatkan rombongan untuk menambah istirahat. Tepat pukul 01.30 WB semua peserta dibangunkan untuk berkemas-kemas melanjutkan perjalanan.
Pukul 02.00 WIB perjalanan panjang  menuju kawasan eksotis Bromo dimulai. Peserta dibagi menjadi tiga kendaraan kecil. Di  tengah udara dingin Probolinggo, tiga unit kendaraan jenis ELF mulai bergerak menelurusi pekatnya malam. Sekitar 1,5 jam perjalanan, kendaraan berhenti di sebuah masjid terakhir dari kawasan Bromo untuk melaksanakan shalat subuh. Satu per-satu peserta turun dari kendaraan dan semua menggigil kedinginan. Tak heran semuanya berebut ke toilet untuk buang air kecil.
“Waduh aku wis kebelet, piye ki.” Demikianlah sebagian besar rombongan Penyuluh  tergesa-gesa  buang air kecil, yang kebetulan tempatnya hanya ada dua.
Selepas shalat subuh, kendaraan rombongan kembali merangkak naik menyusuri jalan yang sebagian banyak yang rusak. Pelan-pelan di balik gundukan hitam terlihat semburat merah pertanda matahari pagi akan segera muncul. Sekitar 30 an menit perjalanan, akhirnya sampailah di titik akhir kendaraan  penumpang.
Sembari turun dari kendaraan semua rombongan segera memandang ke berbagai arah, dimana di Bromo yang menjadi magnet para turis dunia itu. Di tengah lamat-lamatnya udara pagi yang masih sedikit gelap, tiba-tiba pemandu wisata bilang, “Itu si gunung bromo.” Sontak semua mata tertuju ke arah kepulan asap putih membumbung ke atas dan di sampingnya ada gundukan hitam di tengah kabut putih yang sangat luas. Itulah gunung Bromo dan di samping kannya gunung Batok. Sementara nampak di kejauhan gunung Semeru yang sepertinya membayangi pegunungan kawasan Tengger. Tak henti-hentinya semua pasukan Penyuluh Agama Jogja itu berucap, “Masyaa Allah, subhaanallaah, apek banget.”
Rombongan kemudian diajak naik ke Penanjakan dengan jalan kaki untuk menikmati kemunculan sang  matahari sambil sesekali  menengok ke kanan yang semakin ke atas si Bromo, gunung Batok dan pegunungan di sekitarnya semakin jelas kelihatan di tengah lautan putih.
Mana mataharinya,” demikian sesekali para turis dari Jogja itu saling bertanya. Ternyata pagi itu agak mendung, sehingga kemunculan  matahari di pagi itu tidak seindah jika cuacanya cerah.
Sesampai di Penanjakan, para turis domistik itu menikmati kopi susu yang disediakan pedagang sambil berfoto ria dengan latar belakang gunung Bromo dan gunung Batok.    
Sekitar 40 an menit di Penanjakan, rombongan diberi instruksi untuk turun menuju ke mobil hartop yang akan mengantar menyusuri lautan pasir menuju kawah Bromo. Satu mobil diisi enam sampai delapan orang.
Mobil hartop yang sudah tua pelan-pelan bergerak menuruni jalan yang juga sudah rusak. Tidak berapa lama sampailah di lautan pasir yang sepertinya menjadi halaman depan gunung Bromo.
“Lho mana gunung Bromone.”  Ucap seseorang sambil nengok kanan-kiri depan belakang. Ternyata lautan pasir Brom masih diselimuti kabut tebal, sehingga yang terlihat di depan dan kanan kiri hanya putih.
“Sudah sampai, silahkan semuanya turun”, ucap pak sopir.
“Lho mana Bromone.” Sahut Mas Agus sang ketua panitia seperti nampak kebingungan.
Pak Sopir menunjuk arah, “Tu, itu tu... Bromo di sana”. Pak Sopir menunjuk ke kepulan asap putih yang lamat-lamat kelihatan.
Ternyata di pemberhentian terkakhir mobil pengantar para turis, sudah banyak  kuda yang mengantri menunggu penumpang.
“Mari pak, mas mbak, saya antar  naik kuda.” Para penjual jasa tunggangan kuda menawarkan ke rombongan turis dari Jogja.
“Berapa pak,” Bu Janti tanya.
“Murah Bu, tiga puluh ribu saja”.
Akhirnya ada sebagian rombongan Penyuluh yang naik kuda dan ada juga yang nekad jalan kaki sejauh tiga kilo meter sampai di kawah Bromo. Di tengah perjalanan  menuju kawah Bromo, melawati tempat ibadah umat Hindu, satu-satunya tempa ibadah di tengah lautan pasir gunung Bromo. Itulah tempat yang sering dipakai suku Tengger melakukan ibadah ritual.
“Waduh jebol adoh yo, kesel tenan”. Kata pak Gani sambil duduk untuk beristirahat sejenak ditemani pak Rozi dan teman-teman lain.
Ada sebagian Penyuluh yang berani naik sampai ke kawah Bromo dan ada sebagian yang kehabisan tenaga atau tidak berani sehingga hanya berhenti sampai kawasan sebelum naik tangga menuju kawah.
Pelan-pelan, selangkah demi selangkah, saya  menaiki tangga ke kawah Bromo yang tertimbun pasir bekas letusan Bromo beberapa waktu lalu.  
“Kawah Bromo, masyaa Allah, subhaanallah, Allah Maha Kuasa dan Maha Perkasa.”  Suara gemuruh sangat keras keluar dari perut gunung Bromo yang tingginya 2392 meter di atas permukaan laut. Kepulan asap putih muncul dari mulut kawah Bromo mengular ke angkasa. Sementara di sampingnya berdiri tegak gunung Batok yang lebih tinggi sedikit dari gunung Bromo, yaitu  mencapai 2440 meter di atas permukaan laut.
Jam menunjukkan pukul 08.15 WIB. Semakin siang, ternyata pengunjung masih ramai sebagian turun dan sebagian baru naik. Turis yang jalan kaki saling berkejaran dengan kuda-kuda yang membawa penumpang atau dinaiki pemiliknya mencari penumpang. Karena itu, makin siang bau kotoran kuda semakin menyengat dan debu semakin banyak yang beterbengan. Karena itu, rombongan Penyuluh Jogja diperintahkan segera turun untuk kembali ke transit di Bromo Asri.
Demikianlah, Penanjakan, lautan pasir, kawah Bromo, gunung Batur dan semuanya yang ada di kawasan Tengger akan menjadi kenangan indah yang mengesankan. Makhluk ciptaan Allah yang diukir oleh alam dalam waktu ratusan dan bahka ribuan tahun menjadikan Bromo menjadi salah satu ayat ke-Maha Kuasa Allah SWT.
Gunung Bromo seperti layaknya makhluk hidup  yang sekali waktu meningkat aktivitas vulkaniknya. Seperti halnya pada pertengahan Juli 2016, panitia sempat khawatir karena ada informasi kalau aktivitas gunung Bromo meningkat, sehingga wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius dua kilometer. Karena itu, satu pekan sebelum berangkat, panitia membuat skenario bersama EO untuk merencanakan tempat alternatif lain, sekiranya pada hari H gunung Bromo benar-benar ditutup karena aktivitas vulkaniknya meningkat.
Alhamdulillah, sampai hari H, rencana ke gunung Bromo berjalan lancar. Sekalipun semua peserta merasa letih, capek dan segala macamnya untuk sampai ke kawah Bromo, tetapi semua itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kepuasan menikmati  dan mensyukuri tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.

0 komentar:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP